Jumat, 08 Oktober 2010

K O K I

K O K I

Maret 10th, 2009 by icai

Kita sering melihat orang yang berprofesi sebagai tukang masak di restoran. Apalagi bila restoran itu merupakan restoran yang mewah, maka tukang masaknya pun pasti orang yang sudah ahli. Mereka menggunakan pakaian yang khas. Ciri umum yang paling mudah untuk mengenali mereka adalah topinya yang panjang. Topinya khas banget, dan umumnya mereka saja yang memiliki topi yang sepeerti itu.
Hal yang sangat menarik tetang koki ini, umumnya mereka adalah laki-laki. Jarang sekali kita menemukan koki dengan jenis kelamin perempuan. Koki perempuan kebanyakan berada diwarung-warung sederhana di pinggir jalan, atau di restoran kelas menengah ke bawah.
Umumnya, dinegara kita, juru masak adalah perempuan. Dinegara lain hal itu tak berlaku. Walaupun sekarang ini para lelaki kita banyak yang pintar masak, dan menjadi koki di berbagai restoran, rasanya memang tak biasa. Apakah ini pertanda bahwa terjadi pergesaran peran antara laki-laki dan perempuan, atau memang sudah menjadi kelaziman bahwa peran itu bisa dilakukan oleh siapa saja ? entahlah.
Bagi teman-teman saya yang tak biasa dengan hal seperti itu, melihat suatu keanehan dalam peran tersebut. Bagi mereka, suatu hal yang sangat janggal bila ada lelaki yang jadi juru masak. Maklum karena mereka memang tinggal ditempat yang jauh dan jarang tersentuh oleh teknologi informasi, serta masih memegang teguh tradisi bahwa pekerjaan memasak memang tugasnya perempuan.
Menjadi koki mungkin menjadi pilihan hidup bagi sebagian lelaki, tapi masih banyak orang yang melihat peran itu sebagai peran yang tak pantas dilakukan oleh lelaki. Perempuan dengan kelembutannya dirasakan lebih pas untuk urusan masak-memasak ini. Perasaan dan kelembutan yang ada dalam diri perempuan dipercaya sebagian orang mampu mengalir lewat tangannya ke masakan yang dibuatnya. Itulah sebabnya, bila kita mencicipi masakan seorang perempuan akan terasa nikmatnya. Lelaki, dengan sikap dan sifat kerasnya dipercaya hanya mampu menghasilkan masakan yang kering dan keras. Entah hal ini benar atau salah kita dipersilakan untuk berbeda pendapat.
Perlu diteliti pula tentang sifat antara lidah perempuan dengan lidah lelaki. Dalam hal ini menyangkut kepekaan lidah itu untuk mengecap rasa. Menurut saya lidah perempuan lebih peka dengan rasa dibandingkan dengan lidah lelaki. Walaupun bias saja berbeda, atau sama saja, masakan perempuan selalu terasa enak, apalagi bila masakan itu dibuat dengan cinta dan keikhlasan.
Kenyataan bahwa banyak laki-laki yang jadi koki harus diterima sebagai sesuatu yang lumrah. Tapi perlu juga kita perhatikan rasa, kualitas, dan kuantitas yang dihasilkan oleh perempuan akankah berbeda dengan masakan yang dihasilkan oleh perempuan. Bila semuanya sama maka peren perempuan bisa digantikan oleh laki-laki. Bila tidak, maka sebaiknya urusan masak-memasak sebaiknya tetap dilakukan oleh perempaun.
http://icai.blogdetik.com/2009/03/10/k-o-k-i/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar