Jumat, 08 Oktober 2010

Kegiatan distribusi

MANAJEMEN DISTRIBUSI PRODUK-PRODUK AGROINDUSTRI
Dr. Ir. H.S. Dillon
Direktur Eksekutif Centre for Agriculture Policy Studies, Mantan Staf Ahli Menteri Pertanian


I. LATAR BELAKANG
Kegiatan distribusi adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperanan menghubungkan kepentingan produsen dengan konsumen, baik untuk produksi primer, setengah jadi maupun produk jadi. Melalui kegiatan tersebut produsen memperoleh imbalan sesuai dengan volume dan harga produk per unit yang berlaku pada saat terjadinya transaksi. Hasil pemasaran tersebut diharapkan dapat memberikan keuntungan yang proporsional bagi petani atau produsen komoditas yang bersangkutan sesuai dengan biaya, resiko dan pengorbanan yang sudah dikeluarkan. Dilain pihak para pelaku pemasaran diharapkan memperoleh imbalan jasa pemasaran proporsional dengan pelayanan dan resiko yang ditanggungnya. Dalam bidang agroindustri, untuk istilah distribusi lebih sering digunakan istilah tataniaga atau pemasaran.
Karakteristik produk-produk agroindustri Indonesia adalah didominasi oleh usaha-usaha kecil (mikro) dan disisi lain, kebutuhan suatu industri menghendaki volume pasokan yang cukup besar, sehingga untuk mencapai skala ekonomi diperlukan adanya keterpaduan dengan perusahaan besar dalam bentuk kerjasama kemitraan usaha yang adil dan proporsional bagi masing-masing pelaku. Selain itu, sifat-sifat produk agroindustri yang antara lain adalah bulky, risky, perishable, volumineous, heterogen dalam mutu, standar dan lain-lain akan sangat mempengaruhi upaya dan kegiatan manajemen distribusinya.
Manajemen distribusi produk-produk agroindustri merupakan bagian yang sangat penting dalam rangkaian usaha pengembangan produk yang bersangkutan maupun dalam pengembangan ekonomi secara keseluruhan, terutama dikaitkan dengan aspek globalisasi produksi dan globalisasi
pasar yang akhirnya akan menimbulkan persaingan global. Dalam globalisasi produksi, setiap negara atau perusahaan dapat melakukan kegiatan produksi dimana saja yang paling menguntungkan baginya baik untuk seluruh komponen maupun sebagian komponen produknya ; atau menurut
bentuk agroindustri primer, setengah jadi maupun produk jadi (batasan produk agroindustri disini adalah produk-produk hilir pertanian). Dalam era globalisasi, maka akan terjadi proses integrasi pasar domestik dengan pasar dunia, sehingga dengan demikian semua kegiatan harus berwawasan
competitiveness dan efisiensi, termasuk kegiatan distribusinya.
Bilamana dikaitkan dengan inti kebijaksanaan pangan nasional yaitu penyediaan pangan yang cukup tersebar merata pada tingkat harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat dan masih mampu menggairahkan petani/produsen sehinggga tercipta upaya untuk meningkatkan produksi, maka terdapat 3 (tiga) aspek yang saling berkaitan dalam kebijaksanaan tersebut, yaitu aspek produksi, aspek distribusi dan aspek konsumsi. Aspek distribusi dalam hal ini sangat berperan dalam rangka stabilisasi harga pangan nasional.
Selanjutnya akan dibahas manajemen distribusi/tataniaga/pemasaran produk-produk agroindustri yang mencakup efisiensi saluran distribusi /pemasaran, perlunya jaringan distribusi yang efektif dan efisien dalam rangka stabilisasi harga dan kegiatan manajemen produk-produk spesifik
agroindustri.

II. SALURAN DISTRIBUSI /TATANIAGA/PEMASARAN PRODUK AGROINDUSTRI
Distribusi sebagaimana dikatakan sebelumnya adalah pergerakan produk disemua tahap pengembangannya, dari pemerolehan sumberdaya melalui proses produksi sampai ke penjualan akhir. Dari pengertian ini, distribusi produk agroindustri dapat dilihat sebagai suatu proses penambahan nilai atau kepuasan kepada bahan baku dengan mengalihkan bahan baku itu ke
produsen, ke pedagang perantara, dan akhirnya ke konsumen akhir.
Saluran distribusi/pemasaran adalah rute dan status kepemilikan yang ditempuh oleh suatu produk ketika produk ini mengalir dari penyedia bahan mentah melalui produsen sampai ke konsumen akhir. Saluran ini terdiri dari semua lembaga atau pedagang perantara yang memasarkan produk
atau barang/jasa dari produsen sampai ke konsumen. Di sepanjang saluran distribusi terjadi beragam pertukaran produk, pembayaran, kepemilikan dan informasi. Saluran distribusi diperlukan karena produsen menghasilkan produk dengan memberikan kegunaan bentuk (form utility) bagi konsumen setelah sampai ke tangannya, sedangkan lembaga penyalur membentuk atau memberikan kegunaan waktu, tempat dan pemilikan dari produk itu.
Saluran distribusi produk-produk agroindustri terutama dibutuhkan karena adanya perbedaan yang menimbulkan celah-celah atau kesenjangan (gap) diantara produksi dan konsumsi, yang terdiri dari:

1. Geographical gap : perbedaan jarak geografis yang disebabkan oleh
perbedaan tempat pusat produksi dengan lokasi konsumen yang tersebar
dimana-mana, sehingga jarak yang semakin jauh menimbulkan peranan
lembaga penyalur menjadi bertambah penting ;
2. Time gap : perbedaan jarak waktu yang disebabkan oleh celah waktu yang
terjadi antara produksi dan konsumsi dari produk-produk yang dihasilkan
secara besar-besaran. Hal ini terjadi karena pembelian dan konsumsi
produk timbul dalam waktu tertentu, sedangkan produksi dilakukan secara
lebih hemat dengan kegiatan produksi yang terus menerus, sehingga
terdapat perbedaan waktu antara saat produksi dengan saat konsumsi atau
penggunaannya ;
3. Quantity gap : dimana produksi dilakukan dalam skala besar untuk
memperoleh biaya per unit/satuan rendah, sedangkan konsumsi dalam jumlah
yang kecil-kecil untuk jenis produk pada saat tertentu ;
4. Variety gap : sebagian besar produsen/perusahaan agroindustri
menspesialisasikan dirinya dalam memproduksi produk tertentu, sedangkan
konsumen menginginkan produk yang beraneka ragam, sesuai dengan selera
atau cita rasanya, dan
5. communication & information gap : konsumen sering tidak mengetahui
sumber-sumber produksi dari produk-produk agroindustri yang dibutuhkan,
sedangkan produsen tidak mengetahui siapa dan dimana konsumen potensial
berada. Akibatnya dibutuhkan fungsi distribusi yang dijalankan dalam
saluran distribusi yang ada.

III. MANAJEMEN SISTEM DISTRIBUSI TATANIAGA/PEMASARAN AGROINDUSTRI

Sistem tataniaga agroindustri kita seringkali dikatakan merupakan bagian yang paling lemah dalam mata rantai perekonomian atau dalam aliran barang-barang. Dengan kata lain efisiensi di bidang tataniaga masih rendah, sehingga kemungkinan atau peluang untuk peningkatan efisiensinya
masih besar.

Secara konsepsional, sistem tataniaga/pemasaran dapat dianggap efisien apabila memenuhi 2 (dua) syarat sebagai berikut :
(1) Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan
(2) Mampu mengadakan pembagian yang adil dari pada keseluruhan harga yang dibayar oleh konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu.

A. Sistem Distribusi/Tataniaga/Pemasaran yang Efisien

Banyaknya rangkaian jual beli yang dialami oleh suatu komoditi sejak di produksi sampai pada konsumen akhir juga mempengaruhi efisiensi pemasaran produk-produk yang bersangkutan. Semakin banyak jumlah transaksi yang dialami suatu barang sebelum mencapai konsumen akhir
semakin besar biaya pemasaran yang ditimbulkannya, karena setiap transaksi akan dijadikan sumber keuntungan bagi pelakunya. Semakin tinggi biaya pemasaran menunjukkan semakin rendahnya efisiensi sistem pemasarannya.

Efisiensi pemasaran juga sangat dipengaruhi oleh efisiensi sistem transportasi yang menghubungkan lokasi produsen dan konsumen. Untuk komoditas ekspor hal ini menjadi lebih penting karena biaya transportasi akan mempengaruhi harga penawaran, yang pada akhirnya akan mempengaruhi daya saing produk yang bersangkutan di pasar internasional. Biaya administrasi di pelabuhan, retribusi dan pungutan-pungutan lain merupakan tambahan biaya pemasaran yang cukup mempengaruhi harga penawaran. Hal demikian mempunyai peranan yang cukup besar terhadap lemahnya daya saing produk-produk ekspor Indonesia di luar negeri.

Sistem pemasaran komoditas pertanian yang tidak efisien, seperti yang terjadi pada hampir semua daerah produksi pertanian, menyebabkan posisi petani yang kurang menguntungkan. Upaya untuk memperbaiki posisi petani dalam sistem pemasaran komoditas perlu dilakukan dengan
memperhatikan :
• Lemahnya permodalan di tingkat petani ;
• Sistem transportasi yang relatif mahal dan belum menjangkau sebagian besar sentra-sentra produksi dan
• Lembaga-lembaga pemasaran yang belum bisa berfungsi seperti yang diharapkan.
Menghadapi permasalahan petani, pemerintah telah mengusahakan agar petani mendapat kesempatan untuk meraih marjin yang lebih besar sehingga pendapatan mereka proporsional dengan pendapatan pedagang dan pengolah maupun dengan pelaku ekonomi di sektor lainnya.
Memperpendek rantai tata niaga adalah suatu alternatif untuk mengurangi biaya pemasaran
sehingga memberi peluang peningkatan harga di tingkat petani. Alternatif yang lain adalah mengusahakan pemasaran yang lebih terarah oleh petani, dimana penjualan dapat dilakukan pada saat harga menguntungkan, dan bukan pada saat panen. Untuk dapat melakukannya, petani harus mempunyai sarana penyimpanan produk dan keuangan yang kuat untuk membiayai keperluan hidupnya selama produknya belum terjual.
Sistem distribusi/pemasaran berbagai komoditas menunjukkan bahwa secara umum pemasaran komoditi pertanian mempunyai ciri yang sama. Volume komoditas yang diproduksi atau dikelola per-satuan waktu merupakan faktor penentu jumlah keuntungan yang bisa diperoleh masing-masing pelaku kegiatan produksi dan pemasaran agribisnis tersebut. Dalam hal ini petani sangat
tergantung pada luas lahan dan siklus tanaman, disamping modal kerja.

Sebaliknya pada pedagang, faktor penentu adalah modal, karena dengan lahan terbatas dapat mengelola komoditi yang jauh lebih besar volumenya. Konsekuensi dari kondisi demikian adalah peluang yang tidak seimbang diantara mereka untuk meraih pendapatan dari komoditi yang sama. Petani mempunyai peluang yang paling kecil karena batasan lahan, umur dan siklus tanaman,
ditambah dengan resiko kegagalan panen yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak bisa mereka kuasai, seperti iklim, bencana alam, gangguan hama dan sebagainya.

Selain itu, kondisi yang ditentukan oleh sifat alam komoditas pertanian tersebut masih sering ditambah dengan ketidak seimbangan antara jumlah petani produsen dan pembeli sehingga proses penentuan harga lebih menguntungkan pedagang. Pemasaran menjadi tidak transparan
karena kenaikan harga di tingkat konsumen tidak ditransmisikan ke tingkat petani.

Untuk komoditi yang bersifat musiman, petani menghadapi tambahan faktor pembatas, karena pada saat musim panen produksi komoditas sejenis melimpah sehingga harga cenderung menurun. Petani yang terdesak kebutuhan hidup, akan menerima harga yang kurang menguntungkan tersebut.

Biaya transportasi dan pungutan-pungutan merupakan komponen yang cukup besar dalam biaya pemasaran. Biaya yang besar tersebut menyebabkan petani merasa berat untuk memasarkan sendiri produknya. Untuk meningkatkan peluang petani memperoleh keuntungan yang lebih tinggi,
faktor-faktor pembatas dalam sistem pemasaran yang dapat ditanggulangi antara lain adalah : melakukan penjualan produk secara bersama-sama/massal, pengembangan sarana dan prasarana transportasi terutama yang menghubungkan sentra produksi dengan lokasi pemasaran, penyediaan informasi pasar mengenai harga, volume dan lokasi yang membutuhkan.


B. Jaringan Distribusi yang Efektif dan Efisien

Penciptaan harga yang stabil perlu diupayakan dengan menjamin cukupnya suplai diseluruh wilayah Indonesia sepanjang masa terutama yang berasal dari produksi dalam negeri, sehingga kebijaksanaan stabilisasi harga pangan sebagai pencipta harga yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat dan masih mampu menjamin gairah berproduksi petani dilaksanakan melalui fungsi-fungsi pengadaan dan penyaluran. Dengan demikian, usaha stabilisasi harga harus menjamin tersedianya pasokan yang tepat jumlah dan waktu serta tersedia di seluruh daerah dan disalurkan melalui
jaringan distribusi yang efektif dan efisien.

Jaringan distribusi pangan selama ini dilakukan oleh pedagang besar, menengah, kecil dan koperasi dalam saluran distribusi sesuai dengan kemampuan dan lingkungannya. Sebagai bagian dari sistem pangan, jaringan distribusi mempunyai peranan yang penting dilihat dari aspek upaya mendorong dalam meningkatkan produksi, menjamin stabilitas harga, memberi kesempatan kerja dan usaha serta menyediakan pangan kepada konsumen.

Dari aspek peningkatan produksi, sektor distribusi menjadi penghela karena dapat mendorong / mengarahkan pengalokasian sumber-sumber produksi secara efisien dan efektif oleh produsen. Dari sisi stabilitas harga, jaringan distribusi yang efektif mampu menjamin penyediaan pangan yang cukup antar waktu dan antar daerah sehingga memudahkan konsumen untuk mendapatkan pangan sesuai kebutuhannya pada tingkat harga yang terjangkau.

Dari sisi penyediaan kesempatan kerja dan usaha, saluran distribusi yang efektif mampu menciptakan kesempatan usaha bagi pedagang bahan baku, pengumpul, pengolah, pedagang besar, grosir, pengecer dan buruh yang terlibat dalam setiap mata rantai aktivitas perdagangan
tersebut. Oleh karena itu, gangguan dalam sistem distribusi memiliki dampak ganda dilihat dari penurunan kesempatan kerja baik dari sisi produksi yang menghasilkan barang tersebut serta sisi pemasaran yang melaksanakan kegiatan distribusi. Dampak selanjutnya adalah pada konsumen yang juga mengalami kerugian.

C. Manajemen Transaksi

Mengingat sifat-sifat produk agroindustri yang telah disebutkan sebelumnya, maka mengharuskan distribusi dilakukan dengan sistem transaksi yang memperkecil resiko dan memperbesar nilai tambah. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan sistem hedging dan future trading.

D. Manajemen Sarana dan Prasarana
Harus diupayakan agar sesuai dengan sifat-sifat produknya. Bagi produk yang bulky dan volumineous dapat diupayakan kedekatan konsumen dalam pengembangan produknya. Sedangkan bagi produk yang risky dan perishable dapat dilakukan pengembangan sarana dan prasarana transportasi spesifik seperti pendingin dan sebagainya.

E. Manajemen Kelembagaan

Mengingat produk agroindustri seringkali heterogen karena produsen yang kecil dan jumlahnya banyak, maka diperlukan institutional building dalam kelembagaan distribusinya.
Berbagai lembaga pemasaran telah dibentuk oleh pemerintah maupun swadaya masyarakat dengan maksud membantu petani, seperti koperasi maupun pusat-pusat pemasaran lainnya. Namun demikian masih banyak yang belum mampu menjalankan tugasnya karena alasan kekurangan modal dan lemahnya keahlian manajemen, keuangan maupun manajemen komoditas, juga keahlian
pemasarannya. Hal ini banyak terjadi terutama pada KUD. Akibat arus barang dan uang yang tidak lancar, maka merugikan petani.

IV. KESIMPULAN
Terdapatnya beberapa kesenjangan yaitu geographical gap, time gap, quantity gap, variety gap dan communication & information gap diantara kegiatan produksi dan konsumsi produk-produk agroindustri, maka dibutuhkan saluran distribusi untuk dapat menyalurkan produk dari pihak
produsen kepada pihak konsumen pada waktu yang tepat dan tempat yang sesuai dengan kebutuhan.

Faktor-faktor penyebab lemahnya posisi petani dalam sistem pemasaran adalah disamping lemahnya permodalan, sifat komoditas yang mudah rusak, skala usaha yang kecil, sistem transportasi yang kurang memadai, lembaga-lembaga pemasaran yang belum berfungsi baik dan resiko kegagalan panen serta struktur pasar yang cenderung oligopsonis.
Pengembangan daerah sentra produksi baru hendaknya diikuti oleh kesiapan lembaga pemasaran dan infrastrukturnya dalam membantu menyerap produksi petani. Kesiapan ini sangat diperlukan agar produksi yang dihasilkan petani dapat disalurkan ke daerah konsumsi. Jika hal ini tidak diperhatikan maka petani akan kesulitan memasarkan produksinya.
Kurangnya informasi mengenai kebutuhan dan produksi pada daerah konsumsi juga merupakan kelemahan struktur kelembagaan perdagangan pada pusat produksi dengan pusat konsumsi serta infrastruktur yang tersedia. Oleh karena nya perlu diciptakan koordinasi yang baik dalam sistem
perdagangan dari daerah produksi ke daerah konsumsi serta penyempurnaannya melalui pengembangan jaringan usaha koperasi.
Pembentukan jaringan usaha koperasi ini didasarkan pada tidak adanya arus informasi tentang situasi daerah produksi pada pedagang di daerah konsumsi dan terbatasnya informasi daerah konsumsi pada pedagang di daerah produksi. Informasi yang tidak diketahui pedagang umumnya
mengenai musim panen, jumlah produksi dan harga di daerah produksi, sedangkan pedagang di daerah produksi tidak mengetahuii informasi tentang waktu yang tepat untuk mengirim barang sesuai dengan permintaan setiap bulan pada berbagai wilayah konsumsi.
Jaringan distribusi yang efektif dan efisien mampu menjamin stabilitas harga pangan yaitu dengan menjamin ketersediaan pangan yang cukup antar waktu dan antar daerah pada tingkat harga yang terjangkau.
Dalam upaya mengembangkan manajemen distribusi spesifik produk-produk agroindustri, manajemen transaksi dan manajemen sarana dan prasarana serta manajemen kelembagaan perlu disesuaikan dengan sifat-sifat dan karakteristik produk-produk agroindustri.

http://netseminar.tripod.com/dillon.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar